Santri 13 Tahun di Sukabumi Diduga Dicekoki Obat Warung, Orang Tua Lapor Polisi
Sorajabar.com - SUKABUMI, Kabar tak sedap datang dari sebuah pesantren di Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi. Seorang santri berinisial AF (13), pelajar kelas 2 SMP asal Kelurahan Cikundul, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi, diduga mengalami kekerasan fisik dan psikis bahkan sempat dicekoki obat-obatan dari warung.
Peristiwa ini mencuat setelah sang ayah, RA (42), menerima kabar langsung dari anaknya pada Sabtu malam, 5 Juli 2025, sekitar pukul 22.00 WIB. “Istri saya dapat WA dari anak, katanya pengen pulang karena nggak kuat disiksa. Dia pinjam HP temannya buat ngabarin,” ujar RA saat ditemui wartawan di Kota Sukabumi, Selasa (5/8/2025).
RA mengaku langsung berangkat malam itu juga menjemput anaknya ke pondok. “Pas sampai di lokasi, anak saya udah dipindahin ke rumah salah satu ustaz. Saya kaget, kenapa malah di situ. Dari pengakuan ustaz dan dua santri lainnya, sebelum Magrib, Jumat (4/7), dia sempat dicekoki obat,” kata RA.
Adapun obat-obatan yang dimaksud, menurut RA, merupakan jenis pereda nyeri, penurun demam, dan obat batuk flu semuanya bisa dibeli bebas di warung. “Katanya cuma iseng. Tapi jumlahnya sampai 20 butir. Bayangin aja, 20 butir! Setelah itu anak saya tidur sampai susah dibangunkan waktu makan malam,” ujarnya, terlihat menahan emosi.
Sementara itu, pihak kepolisian membenarkan telah menerima laporan dari keluarga korban. “Laporan masuk Senin kemarin eh, Selasa pagi tepatnya dan saat ini sedang kami proses. Kami masih memeriksa sejumlah saksi,” kata Kapolsek Cikidang, IPTU [nama lengkap konfirmasi pending].
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan kekerasan di lingkungan pendidikan berasrama. Sebagai catatan, beberapa tahun lalu saya pernah meliput kasus serupa di wilayah Bandung Barat maksudnya bukan obat-obatan, tapi pola pengawasan yang longgar. Pola yang sama terlihat di sini: kurangnya kontrol ketat terhadap interaksi antar-santri.
Yang membuat miris adalah, obat-obatan yang digunakan bukan barang terlarang, tapi tetap berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. “Kalau dalam dosis wajar, obat itu aman. Tapi kalau sampai 20 butir sekali minum, jelas berisiko keracunan,” kata seorang tenaga medis di Puskesmas terdekat, yang minta namanya tidak disebutkan. [Catatan: akan dicek ulang istilah medis yang tepat]
Pengalaman pribadi, saya pernah kebanyakan minum obat flu waktu liputan di luar kota gara-gara cuaca dingin dan badan drop dan efeknya bikin ngantuk berat. Nah, pada anak usia 13 tahun, risiko gangguan organ bisa lebih besar. (Ini bukan nasihat medis; tetap konsultasi ke dokter, ya).
Ironis memang, pesantren yang seharusnya menjadi tempat pendidikan moral justru jadi lokasi peristiwa seperti ini. “Kami akan melakukan investigasi internal,” ujar salah satu pengurus pondok singkat, tanpa menjelaskan detail.
Pihak keluarga berharap kasus ini diusut tuntas. “Saya mau semua pihak bertanggung jawab. Anak saya sekarang masih trauma,” tegas RA. Menurutnya, AF kini sedang beristirahat di rumah sambil menjalani pemeriksaan kesehatan lanjutan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak pondok terkait dugaan kekerasan fisik yang dialami AF. Polisi juga belum menetapkan tersangka. Yang masih menjadi tanda tanya: bagaimana bisa obat-obatan dalam jumlah banyak itu sampai ke tangan santri, dan siapa yang memulai aksi tersebut.
Bagi warga sekitar, kasus ini menjadi peringatan. Kontrol terhadap anak di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren, perlu diperketat. Apalagi, obat warung yang dianggap “aman” ternyata bisa jadi senjata berbahaya di tangan yang salah.
Sebagai orang Bandung yang terbiasa melihat komunitas pesantren cukup ketat pengawasannya, jujur saja, ini bikin heran. Di waktu yang sama, ini juga jadi pengingat untuk kita semua bahwa keamanan anak bukan cuma tanggung jawab pihak sekolah atau pondok, tapi juga keluarga dan masyarakat luas.
Ikuti terus berita terbaru Jawa Barat hanya di Sorajabar.com