Ketika Cinta Bertepuk Sebelah Tangan, Curhat Pilu di Tengah JKN-KIS

Di balik pilunya kisah cinta yang tak terbalas, terselip cerita tentang bakti anak pada orang tua, dimudahkan oleh program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Program ini menjadi secercah harapan, meski tantangan dan perbaikan masih terus dinantikan.
Aroma Singkong Goreng dan Pengabdian Novan
Di Cimahi, Jawa Barat, aroma gurih singkong goreng dari gerobak sederhana menyambut pagi. Di balik kepulan asap, Novan Putra Ardiansyah (30) sibuk melayani pembeli. Setiap subuh, ia berjualan singkong, menjajakannya pada para pekerja pabrik yang baru selesai bekerja. Namun, lebih dari sekadar mencari nafkah, Novan tengah menjalankan baktinya sebagai seorang anak.
Pukul 08.30, Novan menyudahi jualannya. Bukan untuk beristirahat, melainkan bergegas pulang merawat sang ayah, Wasroni, yang berjuang melawan kanker otak dan tumor paru-paru. Vonis yang diterima November 2024 lalu itu bagai sambaran petir.
"Rasanya lemas saat pertama kali mendengar vonis tersebut. Sampai di titik harus menyiapkan diri pada kemungkinan terburuk," kata Novan, dengan nada pilu yang menggambarkan beban beratnya.
Sebagai anak sulung, Novan memikul tanggung jawab besar. Ia harus berdagang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mengurus rumah, merawat ayah yang sakit, dan membiayai pendidikan adiknya di pesantren. Penghasilan dari singkong goreng menjadi andalan keluarga, terutama sejak kesehatan ayahnya menurun dan ibunya tak lagi bekerja.
Setelah memastikan ayahnya nyaman, Novan kembali ke gerobak singkongnya. Namun, saat jadwal kontrol kesehatan tiba, ia harus meninggalkan gerobaknya lebih lama untuk mendampingi sang ayah berobat.
Tiar Agita: Menunda Karier Demi Orang Tua Tercinta
Kisah serupa datang dari Cibaduyut. Tiar Agita (24), seorang sarjana muda, memilih menunda impian kariernya demi merawat kedua orang tuanya. Di suatu pagi, Tiar menarik napas dalam sebelum menghidupkan motornya. Ibunya duduk perlahan di jok belakang, dibantu sentuhan lembut putrinya.
Tiar membelah kemacetan menuju rumah sakit di Kopo. Sang ibu harus menjalani kontrol rutin karena stroke. Sementara ayahnya, Komarudin (80), berjuang melawan komplikasi penyakit paru-paru, batu ginjal, dan hipertensi. Setidaknya empat kali sebulan, Tiar mengantar kedua orang tuanya berobat jalan.
Sebagai anak bungsu dan satu-satunya perempuan dari empat bersaudara, Tiar menjadi caregiver utama. Kakak-kakaknya bertanggung jawab atas kebutuhan rumah tangga, tagihan, dan pembelian obat. Pilihan ini mencerminkan budaya Indonesia, di mana perempuan seringkali mengambil peran merawat keluarga.
"Apa yang membuat saya bersemangat merawat orang tua? Supaya cepat sembuh, supaya bisa normal lagi. Bisa sehat terus," tutur Tiar penuh harap.
Digitalisasi BPJS Kesehatan: Akses yang Lebih Mudah
Tiar ingat betul betapa sulitnya mengakses layanan JKN-KIS dulu. Ia harus datang subuh-subuh demi antrean, bahkan sering pulang tanpa hasil. Namun, digitalisasi layanan BPJS Kesehatan mengubah segalanya. Kini, Tiar bisa mendapatkan nomor antrean dari ponselnya.
"Sempat datang pagi-pagi tidak kebagian kuota, datang lagi besoknya. Dulu itu siapa cepat dia dapat, tapi dengan adanya sistem digital ini menjadi lebih terbantu, tidak berebut jadwal," jelasnya.
Dahulu, Komarudin adalah pengusaha dus sukses di Cibaduyut. Namun, di usia senja, usahanya meredup dan kesehatannya menurun. Kini, ia menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), di mana iurannya ditanggung negara.
Meski ekonomi keluarga sedang sulit, kasih sayang anak-anaknya tak pernah luntur. "Saya bangga dan sedih. Sejak wisuda, Tiar belum bisa kerja. Tapi ia memilih merawat kami," ujar Komarudin, sembari memandangi putrinya dengan haru.
Peran BPJS Kesehatan dalam Memudahkan Pengabdian Anak
BPJS Kesehatan memegang peranan penting dalam pengobatan Komarudin dan istrinya. Mereka merasakan manfaat dari berbagai layanan kesehatan, mulai dari rawat inap, operasi, kontrol rutin, hingga obat-obatan. Walaupun terkadang ada obat yang harus dibeli sendiri, namun secara keseluruhan tidak memberatkan.
"Sekarang masalah untuk berobat bukan uang, tapi waktu dan kemauan saja, alhamdulillah sampai sejauh ini belum ada aset yang keluar, di tengah usaha yang sedang terjun bebas," ungkapnya.
JKN-KIS membuka jalan bagi anak untuk berbakti kepada orang tua. Bagi peserta dari segmen pekerja penerima upah (PPU), orang tua kandung atau mertua dapat ditanggung, dengan tambahan potongan iuran sebesar 1% per jiwa dari gaji pekerja.
"Jika menanggung empat orang tua (ayah-ibu kandung dan mertua), maka total potongan menjadi 4%, ditambah 1% untuk dirinya sendiri," jelas Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandung, dr Greisthy Esthy Liana.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa pelayanan kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara yang harus dipenuhi tanpa diskriminasi. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk rutin memastikan status kepesertaan JKN tetap aktif agar pelayanan dapat diberikan secara maksimal.
"Dulu peserta BPJS Kesehatan didiskriminasi, sekarang kami ada janji pelayanan, rumah sakit tidak boleh meminta fotocopy cukup dengan KTP, harus melayani dengan ramah, dan tidak mendiskriminasi (janji pelayanan) ini dipasang di rumah sakit," tegas Ghufron.
Refleksi dan Harapan dari Pakar Kesehatan
Setelah lebih dari satu dekade, BPJS Kesehatan terus berbenah dan memasuki era pelayanan digital yang lebih inklusif dan efisien. Namun, pakar dan praktisi kesehatan, dr. Eka Mulyana, Sp.OT(K), mengungkapkan masih ada ruang yang perlu diperbaiki.
Ia menjelaskan bahwa sistem JKN memuat dua aspek besar, yaitu medis dan non-medis. Ia berharap agar sistem pelayanan kesehatan ke depan dapat memberikan ruang bagi tenaga medis untuk fokus pada kewajiban mereka, yaitu memberikan tindakan berdasarkan pertimbangan medis terbaik kepada pasien, tanpa terbentur hal-hal administratif.
"Terkadang kami menghadapi situasi dilematis, contohnya setelah diperiksa oleh dokter bahwa pasien ini harus dirawat atau dioperasi, tapi ternyata tidak bisa karena aturan dari BPJS," ungkap mantan Ketua IDI Jawa Barat periode 2021-2023 itu.
Kendati demikian, Eka tetap mengapresiasi upaya BPJS Kesehatan yang terus berbenah. Menurutnya, langkah menuju sistem pelayanan yang lebih ideal masih terbuka, asalkan dibangun bersama antara regulator dan pelaksana layanan.
"Kami berharap sebagai tenaga medis, tidak berbenturan dengan aspek non medis. Namanya BPJS katakanlah asuransi yang ditanggung pemerintah tidak untuk mencari profit, karena tujuannya untuk membantu pelayanan kesehatan masyarakat," tuturnya.
JKN-KIS: Lebih dari Sekadar Program Kesehatan
Meskipun masih ada ruang untuk perbaikan, JKN tetap menjadi jembatan pengabdian, tempat birrul walidain tumbuh di tengah tantangan zaman. Dalam ajaran Islam, berbakti kepada orang tua adalah perintah ilahi yang sesuai dengan pengamalan sila kedua Pancasila, "Kemanusiaan yang adil dan beradab".
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, jumlah peserta JKN-KIS kategori lansia di Kota Bandung mencapai 490.340 orang. Di balik angka tersebut, terdapat ribuan kisah seperti Novan dan Tiar, yang memandang JKN-KIS bukan hanya sebagai program untuk orang sakit, tetapi juga sebagai cara tulus untuk membalas cinta orang tua yang mustahil terbalas. Program ini menjadi salah satu wujud nyata negara hadir untuk meringankan beban warganya, terutama mereka yang berjuang merawat orang tua tercinta.